√ Sosiologi Industri (Serikat Buruh)

Sosiologi Industri (Serikat Buruh)

SOSIOLOGI INDUSTRI (SERIKAT BURUH)
Ilustrasi / Logo Serikat Buruh Kspsi

Sosiologi Industri Tentang Serikat Buruh

Sejarah Serikat Buruh

Awal mula lahirnya organisasi buruh merupakan bentuk reaksi para kaum buruh terhadap pesatnya perkembangan kapitalisme, khususnya kapitalisme dagang (merchant capitalism). Yang merupakan upaya pengorganisasian sebuah gerakan perlawanan buruh kepada para pengusaha terjadi dalam konteks revolusi industri di Inggris dari 1760-1830. Gerakan ini kemudian berkembang menjadi gerakan serikat buruh (trade-union movement), seiring dengan perubahan sistem produksi yang disebut dengan sistem barik (factory system) merupakan konsekuensi dan transformasi kapitalisme dagang ke kapitalisme industri. Dengan menggunakan sistem pabrik ini, terjadi peningkatan produksi hingga mencapai tahap in optima forma yang membuat para pengusaha menjadi kaya raya, sementara itu kondisi yang di alami buruh tidak beranjak baik, tetapi semakain miskin dan menderita.

Sedangkan serikat buruh pada dasarnya merupakan asosiasi para buruh yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan sosial bagi masing-masing anggotanya melalui gerakan kelompok. Serikat buruh itu sendiri merupakan representasi dari masing-masing anggotanya untuk melakukan negosiasi dengan pengusaha terkait dengan semua aspek yang terkandung dalam kontrak kerja, serta termasuk di dalamnya adalah persoalan upah dan kondisi kerja yang diinginkan. Para buruh, pada umumnya, menuntut kontrak kerja yang tegas dan jelas. Dengan memberi wewenag penuh oleh anggotanya, sebuah serikat buruh biasanya melakukan negosiasi untuk menaikan upah, jam kerja yang lebih manusiawi, dan terpenuhi kesejahteraan sosial lainnya, seperti asuransi perencanaan uang pensiun, jaminan hari tua.

Sedangkan awal kemunculan nya, keberadaan serikat buruh melahirkan semacam sentimen politik dan sosial yang meluas, baik di Eropa maupun di Amerika. Banyak negara pada waktu itu masih menganggap ilegal keberadaan asosiasi atau serikat buruh. Namun demikian, memasuki awal abad ke-20, ketika serikat buruh mulai mendapatkan kekuatan yang cukup besar maka pemerintah mulai memperhatikan dan mengakui keberadaannya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya sebuah organisasi buruh di Amerika Serikat. Faktor-faktor yang terpenting adalah situasi ekonomi, keberadaan peraturan perundang-undangan, dan kepiawaian pemimpin serikat buruh. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serikat buruh antara lain yaitu:

1. Situasi Ekonomi

Para ekonom berpendapat bahwa buruh akan memberikan suara mendukung hanya jika serikat buruh dapat memperbaiki kondisi buruh. Hal ini desebabkan buruh di Amerika serikat bebas memilih atau tidak memilih atau tidak memilih ikut serikat buruh. Meskipun demikian, upaya serikat buruh untuk memperbaiki kondisi kerja biasanya akan menaikan biaya produksi perusahaan. Biaya tinggi ini dapat mendorong perusahaan untuk mengurangi pekerjaan buruh atau mungkin dengan cara tidak memperkerjakan sejumlah pegawai atau men-sub kontrakkan pekerjaan kepada pasar tenaga kerja yang lebih murah di wilayah lain.

2. Lingkungan Hukum

Dinamika atau perkembangan organisasi buruh dapat dipengaruhi oleh lingkungan hukum yang memungkinkan dilakukannya beberapa aktivitas perusahaan, akan tetapi juga dapat membatasi aktivitas yang lain. Hal ini terlihat jelas dari perbandingan jumlah serikat buruh di mana negara bagian yang memiliki peraturan mengenai hak bekerja ternyata memiliki jumlah serikat buruh non-organisasi yang lebih sedikit de bandingkan dengan negara bagian yang tidak memiliki peraturan serupa. Contoh negara bagian di Amerika Seriakt yang memiliki peraturan hak bekerja dan jumlah seriakt pekerja yang relatif sedikit adalah Carolina Utara, Carolina Selatan, Dakota Selatan dan Arkanas. Beberapa tempat aktifitas buruh menciptakan lingkungan hukum yang menguntungkan baik bagi buruh dan serikat buruh sebagai contoh sebagian Negara maju seperti Amerika serikat telah menerapkan legislasi perlindungan buruh sehingga hak-hak buruh terjamin dan memberikan standar lingkungan kerja yang baik. Walaupun demikian, terdapat juga sebaliknya. Keberhasilan aktivitas politik serikat buruh membuat para buruh dapat menikmati keuntungan yang dimiliki serikat buruh.

3. Pengurus Serikat Buruh

Diantara peran-peran serikat buruh adalah menginformasikan pada buruh mengenai hak dan keuntungan menjadi serikat buruh membantu buruh dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjalankan serikat buruh, menginformasikan kepada publik mengenai pelanggaran hak buruh dan sisi majikan pemilik modal perusahaan.

Bentuk-bentuk serikat buruh

Ada dua bentuk seriakt buruh, yang pertama serikat buruh non industri dan serikat buruh industri atau pabrik. Yang pertama Serikat buruh non industri mencakup para buruh yang bekerja di bidang kerajinan, tanpa melihat dimana mereka bekerja. Contohnya Seriakt buruh listrik, tukang kayu, dan percetakan. Serikat buruh non-industri muncul dari serikat buruh percetakan dan pembuat kay yang memulai gerakan buruh di Amerika.

Pada tahun 1886 terbentuk federasi buruh Amerika (AFL), merupakan organisasi buruh kerajinan pertama di negara Amerika, yang dipimpin Samuel Gompers yang mrupakan pemimpin serikat buruh dari pengrajin pembuat cerutu, sebagai presiden pertama federasi serikat buruh Amerika (AFL). Di bawah kepemimpinanya, Federasi Buruh Amerika (AFL) melahirkan aturan-aturan yang mampu mengarahkan federasi sehingga mendorong beberapa seriakt buruh kerajinan bergabung ke AFL.

Sedangkan seriakt buruh yang kedua yaitu serikat buruh industri atau pabrikyang mengorganisasikan para buruh yang bekerja di pabrik. Berbrda dengan seriakt buruh yang pertama, serikat buruh industri atau pabrik berdiri dan dikelola di lingkungan suatu pabrik tertentu, yaitu gabungan dar seriakt buruh ini dapat membentuk sebuah federasi yang merupakan gabungan dari seriakt buruh sejenis. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, pembedaan antara seriakt buruh kerajinan dan serikat buruh industri semakin tidak jelas, terutama disebabkan oleh perubahan situasi ekonomi dan politik di Amerika Seriakat

Perkembangan serikat buruh di Indonesia

Sebagai negara bekas jajahan, Indonesia mempunyai pengalaman sejarah yang sangat mengenaskan dalam masalah perburuhan. Bahkan, pada masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda, dapat dikatakan sebagai episode hitam bagi perburuhan di Indonesia.

Sesuai dengan politik kolonial penjajahan Belanda, politik perburuhan didasarkan atas kekuasaan dan semata-mata ditunjukan pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat Belanda di Nederland. Pada tahun 1888, Belanda memberlakukan "Poenale Sanctie", suatu peraturan kerja paksa, dengan memberikan hak-hak ex-orbitant kepada para pengusaha kapitalis kolonialis di Sumatra Timur dan Pulau Bangka, Belanda menggunakan aturan tersebut sebagai landasan untuk bertindak sewenang-wenang diluar peri kemanusiaan terhadap buruh di Indonesia.

Sejalan dengan bangkitnya pergerakan nasional dan kesadaran berpolitik menentang pemerintah kolonial Belanda, di sektor perburuhan telah dikembangkan dan digelorakan semangat serta kesadaran berorganisasi. Gerakan itu mencapai puncaknya ketika muncul aksi-aksi mogok antara lain oleh buruh kereta api pada tahun 1920 an.

Sedangkan perkembangan serikat buruh di Indonesia mengalami pasang surut. Kondisi keburuhan di Indonesia mengalami kondisi mengenaskan dari masa kolonial sanpai rezim orde baru. Dalam tahap industrialisasi pada masa orde baru cendrung memihak kepada pemilik pemilik modal, kondisi ini mempengaruhi pemilik modal mengatur perjanjian kerja waktu tertentu dan outsourcing di hapuskan dan juga pengusaha akan berusaha menekan besarnya upah menimum, namun di lain pihak buruh menginginkan agar peningkatan upah minimum. Sementra pihak pemerintah Indonesia cenderung memihak para pelaku bisnis karena pemerintah menghadapi persoalan bagaiman menarik investor domestik asing dan untuk mengatasi masalah pengangguran. Inilah keadaan yang serba dilematis.

Pada umunya, keadaan gerakan buruh di Indonesia ditandai oleh beberapa kelemahan pokok, antara lain sebagai berikut.
  1. Secara politis dan pinansial mereka umunya belum bebas atau belum independen.
  2. Perjuangan gerakan buruh di Indonesia lebih bersifat gerakan politik daripada gerakan buruh, di mana gerakan buruh lebih menitikberatkan pada perjuangan sosial ekonimois.
  3. Terpecah-belah dan masih belum bisa dipersatukan, baik disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.
  4. Tidak adanya militansi dan gerakan buruh yang dilandasi alasan-alasan ideologis sehingga melahirkan sikap militan.
Secara umum, gerakan buruh dunia termasuk Indonesia sedang mengalami tantangan yang sangat berat meliputi lingkup eksternal aksi dan internal organisasi buruh. Dalam pengaruh eksternal ditandai dengan semakin meningkatnya kompetisi di tingkat global yang meletakan tekanan-tekanannya pada relasi industri di tingkat global yang meletakan tekanan-tekanannya pada relasi industri tingkat nasional. Situasi seperti itu mendorong pemerintah untuk lebih beradaptasi dan gerakan buruh menjasi tidak diinginkan terutama di nrgara-nrgara yang gerakan buruhnya cukup mapan.

Sedangkan ruang lingkup internal, terjadi perubahan di tingkat kontituen yang akan direkrut atau diwakili seriakat buruh. Keberadaannya sebagian besar serikat buruh yang ada saat ini debangun di atas hubungan kerja "normal" kerja penuh waktu dengan majikan tertentu dan masa kerjanya stabil. Hal ini yang membentuk agenda perjuangan serikat buruh seakan-akan hanya berfokus pada kondisi kerja, upah, dan menghalangi kemampuan perusahaan untuk memperkerjakan dan memecat buruh sesuka hati. Agenda buruh yang hanya menitikberatkan persoalan kesejahteraan dan aspek ekonomi buruh sebenarnya sudah uasang atau ketinggalan jaman.

Agenda serikat buruh yang usang tersebut masih dipertahankan, meskipun telah terjadi perubahan karakteristik konstituen yang mobilisasinya ditandai dengan maraknya sistem kontrak, borongan, kerja paruh waktu, jangka pendek. Perubahan sistem kerja yang telah fleksible mendorong terjadinya diferensiasi angkatan kerja dan pekerjaan menjadi lebih heterogen. Kondisi ini semakin mengancam loyalitas keanggotaan buruh, dalam serikat buruh dan bisa memicu fragmentasi di tingkat basis yang pada akhirnya akan mengancam eksistensi serikat buruh dan semakin memarjinalkan posisinya. Olehkarena itu dibutuhkan solidaritas yang tinggi serta pengorganisasian yang matan, agar di era globalisasi seperti ini serikat buruh tetap eksis dan tetap memperjuangkan hak-hak buruh yang tertindas.
Berlangganan Artikel Gratis :

Jadilah yang pertama berkomentar di postingan "Sosiologi Industri (Serikat Buruh)"